Pada tahun 1987 berawal dari sungai Ranoyapo adalah sungai terbesar dan terpanjang yang membelah wilayah Kabupaten Minahasa Selatan. Daya tarik sungai ranoyapo terkenal memiliki arus liar yang sangat cocok untuk kegiatan olahraga ekstrim arung jeram (Rafting).
Arus liar sungai ranoyapo inilah yang membawa para rafter (Personil arung jeram) yang tergabung dalam penggiat alam bebas Apostolos UKI Tomohon saat menaklukan liarnya arus sungai ranoyapo, menemukan indahnya tebing yang pada waktu itu masih diselimuti tumbuhan merambat yang menutupi dan menempel di permukaan tebing, serta kayu-kayu yang tumbuh liar di tebing.
Urat nadi sungai ranoyapo yang mereka arungi berjam-jam membawa mereka di depan tebing. Saat itu mereka sedang beristirahat di depan tebing yang berdekatan dengan sungai ranoyapo. Tidak sengaja memperhatikan tebing yang menjulang tinggi.
"Survey' itulah yang terlintas di benak mereka, meski peralatan saat itu untuk Artificial Climbing masih minim, bahkan sangat terbatas, sehingga hanya bermodalkan nyali, mereka mulai membersihkan tumbuhan merambat yang menutupi dan menempel di permukaan tebing, serta kayu-kayu yang tumbuh liar di tebing. Minimnya peralatan dan keahlian panjat tebing menjadi kendala bagi mereka, sehingga pembersihan tebing memakan waktu sampai 5 hari lamanya.
Baru pada tahun 1988 para petualang alam bebas UKI Tomohon yang diketuai Roy Umboh, mereka mendatangkan pemanjat tebing Morris Arumpele dari Mt. Eiger Bandung, Jawa Barat untuk melatih teknik Climbing anggota pecinta alam bebas Apostolos yakni Frangky "Kengkang" Kowaas dan Christianto "Pincu" Muntu serta beberapa rekan mereka.
Setelah teknik pemanjatan tebing dan cara pembuatan jalur panjat tebing mereka pelajari, tidak lama berselang Kengkang dan rekan-rekanya kembali ke tebing yang kini lebih dikenal tebing kilo tiga (Karena tebing tersebut berada dekat Desa Kilmeter Tiga, Amurang).
Tekat baja mereka inilah yang membuka jalur panjat tebing tercapai dan jalur pertama yang mereka buka adalah jalur spider (Laba-laba), karena saat pembuatan jalur itu banyak sarang laba-laba. Jalur kedua adalah jalur ofu (Lebah), karena pada waktu pembuatan jalur tersebut terdapat sarang lebah diatas tebing yang berlubang cukup besar. Jalur yang ke tiga dinamai Hangdog karena cara memanjat harus bergelantungan seakan seperti anjing yang tergantung.
Saat pembuatan jalur ke empat yang diberi nama jalur Malaria karena pada pembuatan jalur pada waktu itu terjangkit penyakit malaria. Jalur ke lima dinamai COS (Climb or Swim) karena saat para pembuat jalur seringkali jatuh ke air yang menggenangi dibawah tebing hingga saat ini.
Pembuatan jalur-jalur tersebut secara bergantian masing-masing Morris Arumpele, Frangky 'Kengkang' Kowaas, Christianto 'Pincu' Muntu, Donald Panggemanan, Novry Robot, Iman Supratman, Joice Nirwan, Selvie Oflagi, Selvie Maweru, Arifin Sigar, Youdi Sumenge dan Eko. Mereka ini juga disebut perintis jalur panjat tebing Batu Dinding Kilo Tiga.
Generasi berikutnya pada tahun 1990-an Nimrot (Alm) bergabung dalam pembuatan jalur bersama rekan-rekanya dari Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Tarsius Politeknik Manado di Batu Dinding yang akrab disebut Tebing Kilo Tiga, diantaranya Jalur Tragedi. Dinamai jalur tragedi dimana Alm Nimrot dan rekan-rekan saat itu sedang menjajal jalur tersebut, lantas datang banjir bandang tahun 2000 yang menghanyutkan mereka dan beberapa diantaranya meningga termasuk Alm Nimrot. Kejadian ini, sehingga dinamai jalur Tragedi. Selanjutnya jalur Teri yang pada waktu itu para pembuat jalur survive dengan makan ikan teri, meski sudah ada anggota muda yang mengurus makan dan minum mereka.
Hasil buah karya pembuatan jalur-jalur panjat tebing yang telah dibuat tersebut telah menghasilkan pemanjat putra daerah yang cukup dikenal di Indonesia sebagai atlit panjat tebing Nasional, bahkan sampai Asia Tenggara yakni Ronald Mamarimbing.
Selain jalur-jalur tersebut diatas, pada tahun 2011, Tedi Ixdiana dari Indonesia Climbing Expedition yang bermarkas di Bandung menambah jalur panjat tebing sedikitnya ada 24 jalur telah dibuatnya. Ke 24 yang dinamai jalur ekspedisi tersebut juga adalah pemecahan record 1000 jalur panjat tebing untuk Indonesia, salah satunya lokasi di Batu Dinding Kilo Tiga.
Penulis : Sanly Lendongan, dari Kelompok Pecinta Alam (KPA) Cliff Hanger Amurang.
Narasumber :
Christian "Pincu" Muntu
Pdt Roy Umboh STh
Hans Frans (Toko masyarakat Dese Kilometer Tiga).